MARHABAN YAA RAMADHAN
Dr. Zaprulkhan M.S.I Inspiring Learner
“Barang siapa yang bergembira menyambut kehadiran
bulan Ramadhan, niscaya Allah mengharamkan tubuhnya dari sentuhan
api neraka” (Al-Hadis)
Setiap kali menyambut
kedatangan bulan Ramadhan, nyaris setiap muballigh, da’i, kyai, atau ustadz
lazimnya mensosialisasikan hadis di atas. Bahkan bagi sebagian besar kita pula
sebagai orang awam, cukup mafhum dengan hadis yang sangat populer tersebut. Sebab
hadis itu bukan hanya sekadar bersifat menghibur, tapi lebih dari itu menguntai
sejumput perasaan optimisme tatkala kita sebagai Muslim menyambut Ramadhan
dengan sikap farohun, perasaan gembira. Pertanyaannya, mengapa kedatangan
bulan Ramadhan mesti kita sambut dengan perasaan gembira? Dengan kata lain,
faktor apa yang menyebabkan bulan Ramadhan pantas untuk kita sambut
kehadirannya dengan kegembiraan?
Mari kita lihat beberapa
argumentasi untuk menjelaskan persoalan tersebut. Pertama, bulan
Ramadhan merupakan bulannya Allah sehingga keistimewaannya melampaui semua
bulan-bulan mulia lainnya, sekalipun itu bulan Rajab dan Sya’ban. Nabi kita
mewartakan fakta istimewa ini, “Rajab adalah bulan umatku dan keutamaannya
atas bulan-bulan yang lain seperti keutamaan umatku atas umat-umat yang lain. Sya’ban
adalah bulanku dan keutamaannya atas bulan-bulan yang lain seperti keutamaanku
terhadap Nabi-Nabi yang lain. Sedangkan bulan Ramadhan merupakan bulannya Allah
dan keutamaannya atas bulan-bulan yang lain laksana keutamaan Allah atas
seluruh makhluk-Nya”.
Kandati bulan Ramadhan
merupakan bulannya Allah yang sangat istimewa, namun dengan kemurahan-Nya yang
tak bertepi, Dia menganugerahkan semesta kemuliaan tersebut kepada kita kaum
Muslim, sehingga segala bentuk kegiatan kita dari yang besar sampai yang
terkecil, hatta tidurnya kita pun di bulan agung ini membuahkan pahala
surgawi yang amat besar. Dengan alasan ini, bukankah kita sangat pantas untuk
merasa gembira ketika menyambut bulan Ramadhan?
Kedua, pada bulan Ramadhan inilah Allah pertama
kali menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad Saw sebagai petunjuk, pedoman,
dan rahmat bagi umat manusia. Itulah alasannya mengapa selalu kita saksikan
dalam bulan Ramadhan Al-Quran senantiasa di baca dan disimak bersama-sama, baik
pada pagi dan siang hari maupun pada sore menjelang berbuka puasa dan malam
hari menjelang sahur untuk berpuasa. Dalam konteks ini, sangat beralasan jika
Allah menjadikan bulan Ramadhan dan Al-Quran sebagai dua cahaya sakral yang
saling melengkapi untuk keselamatan umat Nabi Muhammad Saw dari kegelapan alam barzakh dan kegelapan hari akhirat.
Fakta agung ini bisa kita
temukan dalam sebuah riwayat berikut ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa
as, “Sesungguhnya Aku telah menganugerahkan dua cahaya kepada umat Muhammad agar
mereka terbebas dari bahaya dua kegelapan”. Lalu Nabi Musa as bertanya, “Apakah
yang dimaksud dengan dua cahaya tersebut ya Allah?” Allah menjawab, “Cahaya
bulan Ramadhan dan cahaya Al-Quran”. Kemudian Nabi Musa as bertanya lagi, “Lalu
apa yang dimaksud dengan dua kegelapan itu ya Allah?” Allah menjawab kembali,
“Itulah kegelapan alam kubur dan kegelapan di hari akhirat”. Dengan kabar tersebut,
bukankah kita semua sangat layak untuk bergembira menyambut bulan mulia ini
jika keagungannya akan menjelma cahaya yang terang benderang dan menyelamatkan
kita dari ngerinya kegelapan alam kubur?
Ketiga, dalam bulan Ramadhan inilah terdapat
satu malam yang sangat istimewa yang dinamakan malam Lailatul Qadr, yang nilai
kemuliaannya lebih baik daripada ibadah seribu bulan. Dalam bentangan tiga
puluh hari bulan Ramadhan ada satu malam, malam Lailatul Qadr di mana siapa pun
saja di antara kaum Muslim yang pada momen kudus tersebut melakukan ibadah
sekecil dan sesederhana apa pun, niscaya nilai ibadahnya akan mengalami
transformasi yang tidak ternilai: ia laksana telah mengerjakan amal kebajikan
yang nilai pahalanya senafas dengan kebajikan selama seribu bulan.
Itu pula yang bisa menjelaskan
mengapa hari-hari terakhir Ramadhan, terutama pada saat malam-malam ganjil amat
banyak kaum Muslim yang mengisi malam-malamnya dengan berbagai ibadah. Ada yang
mewarnainya dengan ibadah salat sunnah semalam suntuk. Ada yang menghiasinya
dengan mengkhatamkan bacaan Al-Quran. Ada pula yang mengisinya dengan
beri’tikaf dan zikir di masjid. Bahkan ada juga yang menggabungkan aneka macam bentuk
amal kebajikan tersebut. Secara metaforis, dengan semua amal ibadah tersebut
kaum Muslim laksana membentangkan jala ke lautan yang sangat luas dengan
harapan bukan hanya memperoleh beberapa ekor ikan, melainkan mendapatkan
seonggok mutiara yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya selama-lamanya. Sampai
di sini pun, lagi-lagi bukankah kita amat patut untuk bergembira dalam
menyambut kedatangan bulan yang sangat agung ini?
Dengan beberapa argumentasi di
atas dan puspa ragam argumentasi yang tidak mungkin diuraikan dalam artikel
singkat ini, alasan kita semua sebagai kaum Muslim menyambut kehadiran bulan
Ramadhan dengan perasaan gembira menemukan momentumnya. Walaupun kita semua
tahu bahwa di dalam bulan agung ini akan ada lapar dan dahaga, walaupun di sana
ada keletihan dan kepayahan, walaupun di sana terdapat rintangan dan tantangan,
walaupun di dalamnya hadir beragam godaan dan ujian, kita akan tetap menyambut
Ramadhan dengan qalbu terbuka. Sebab kita sadar bahwa dibalik segala bentuk
lapar dan dahaga, keletihan dan kepayahan, godaan dan ujian tersebut
tersembunyi semesta anugerah agung yang membuahkan kebahagiaan abadi.
Apalagi dalam perspektif
orang-orang arif yang telah tercerahkan, sebenarnya kita berpuasa hanya demi
meraih cinta Ilahi, Al-Kamil wal Jamil, Dzat Yang Maha Sempurna dan Maha
Indah yang kesempurnaan dan keindahan-Nya melampaui segala damba-damba seluruh
makhluk-Nya. Itulah gamelan surgawi yang selalu bergema saat akan memasuki
Ramadhan hingga akhir bulan istimewa tersebut. Karenanya untuk menyambut
kedatangan bulan Ramadhan kali ini, mari kita ikrarkan melalui lisan dan qalbu
kita secara tulus ikhlas: Marhaban ya Ramadhan, Selamat Datang wahai Ramadhan. Wallahu
a’lam Bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar