Minggu, 07 Juli 2013

Religion // MARHABAN YAA RAMADHAN



MARHABAN YAA RAMADHAN
Dr. Zaprulkhan M.S.I Inspiring Learner

“Barang siapa yang bergembira menyambut kehadiran bulan Ramadhan, niscaya Allah mengharamkan tubuhnya dari sentuhan api neraka” (Al-Hadis)

Setiap kali menyambut kedatangan bulan Ramadhan, nyaris setiap muballigh, da’i, kyai, atau ustadz lazimnya mensosialisasikan hadis di atas. Bahkan bagi sebagian besar kita pula sebagai orang awam, cukup mafhum dengan hadis yang sangat populer tersebut. Sebab hadis itu bukan hanya sekadar bersifat menghibur, tapi lebih dari itu menguntai sejumput perasaan optimisme tatkala kita sebagai Muslim menyambut Ramadhan dengan sikap farohun, perasaan gembira. Pertanyaannya, mengapa kedatangan bulan Ramadhan mesti kita sambut dengan perasaan gembira? Dengan kata lain, faktor apa yang menyebabkan bulan Ramadhan pantas untuk kita sambut kehadirannya dengan kegembiraan?
Mari kita lihat beberapa argumentasi untuk menjelaskan persoalan tersebut. Pertama, bulan Ramadhan merupakan bulannya Allah sehingga keistimewaannya melampaui semua bulan-bulan mulia lainnya, sekalipun itu bulan Rajab dan Sya’ban. Nabi kita mewartakan fakta istimewa ini, “Rajab adalah bulan umatku dan keutamaannya atas bulan-bulan yang lain seperti keutamaan umatku atas umat-umat yang lain. Sya’ban adalah bulanku dan keutamaannya atas bulan-bulan yang lain seperti keutamaanku terhadap Nabi-Nabi yang lain. Sedangkan bulan Ramadhan merupakan bulannya Allah dan keutamaannya atas bulan-bulan yang lain laksana keutamaan Allah atas seluruh makhluk-Nya”.
Kandati bulan Ramadhan merupakan bulannya Allah yang sangat istimewa, namun dengan kemurahan-Nya yang tak bertepi, Dia menganugerahkan semesta kemuliaan tersebut kepada kita kaum Muslim, sehingga segala bentuk kegiatan kita dari yang besar sampai yang terkecil, hatta tidurnya kita pun di bulan agung ini membuahkan pahala surgawi yang amat besar. Dengan alasan ini, bukankah kita sangat pantas untuk merasa gembira ketika menyambut bulan Ramadhan?
Kedua, pada bulan Ramadhan inilah Allah pertama kali menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad Saw sebagai petunjuk, pedoman, dan rahmat bagi umat manusia. Itulah alasannya mengapa selalu kita saksikan dalam bulan Ramadhan Al-Quran senantiasa di baca dan disimak bersama-sama, baik pada pagi dan siang hari maupun pada sore menjelang berbuka puasa dan malam hari menjelang sahur untuk berpuasa. Dalam konteks ini, sangat beralasan jika Allah menjadikan bulan Ramadhan dan Al-Quran sebagai dua cahaya sakral yang saling melengkapi untuk keselamatan umat Nabi Muhammad Saw dari kegelapan alam barzakh dan kegelapan hari akhirat.
Fakta agung ini bisa kita temukan dalam sebuah riwayat berikut ketika Allah berfirman kepada Nabi Musa as, “Sesungguhnya Aku telah menganugerahkan dua cahaya kepada umat Muhammad agar mereka terbebas dari bahaya dua kegelapan”. Lalu Nabi Musa as bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan dua cahaya tersebut ya Allah?” Allah menjawab, “Cahaya bulan Ramadhan dan cahaya Al-Quran”. Kemudian Nabi Musa as bertanya lagi, “Lalu apa yang dimaksud dengan dua kegelapan itu ya Allah?” Allah menjawab kembali, “Itulah kegelapan alam kubur dan kegelapan di hari akhirat”. Dengan kabar tersebut, bukankah kita semua sangat layak untuk bergembira menyambut bulan mulia ini jika keagungannya akan menjelma cahaya yang terang benderang dan menyelamatkan kita dari ngerinya kegelapan alam kubur?
Ketiga, dalam bulan Ramadhan inilah terdapat satu malam yang sangat istimewa yang dinamakan malam Lailatul Qadr, yang nilai kemuliaannya lebih baik daripada ibadah seribu bulan. Dalam bentangan tiga puluh hari bulan Ramadhan ada satu malam, malam Lailatul Qadr di mana siapa pun saja di antara kaum Muslim yang pada momen kudus tersebut melakukan ibadah sekecil dan sesederhana apa pun, niscaya nilai ibadahnya akan mengalami transformasi yang tidak ternilai: ia laksana telah mengerjakan amal kebajikan yang nilai pahalanya senafas dengan kebajikan selama seribu bulan.
Itu pula yang bisa menjelaskan mengapa hari-hari terakhir Ramadhan, terutama pada saat malam-malam ganjil amat banyak kaum Muslim yang mengisi malam-malamnya dengan berbagai ibadah. Ada yang mewarnainya dengan ibadah salat sunnah semalam suntuk. Ada yang menghiasinya dengan mengkhatamkan bacaan Al-Quran. Ada pula yang mengisinya dengan beri’tikaf dan zikir di masjid. Bahkan ada juga yang menggabungkan aneka macam bentuk amal kebajikan tersebut. Secara metaforis, dengan semua amal ibadah tersebut kaum Muslim laksana membentangkan jala ke lautan yang sangat luas dengan harapan bukan hanya memperoleh beberapa ekor ikan, melainkan mendapatkan seonggok mutiara yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya selama-lamanya. Sampai di sini pun, lagi-lagi bukankah kita amat patut untuk bergembira dalam menyambut kedatangan bulan yang sangat agung ini?
Dengan beberapa argumentasi di atas dan puspa ragam argumentasi yang tidak mungkin diuraikan dalam artikel singkat ini, alasan kita semua sebagai kaum Muslim menyambut kehadiran bulan Ramadhan dengan perasaan gembira menemukan momentumnya. Walaupun kita semua tahu bahwa di dalam bulan agung ini akan ada lapar dan dahaga, walaupun di sana ada keletihan dan kepayahan, walaupun di sana terdapat rintangan dan tantangan, walaupun di dalamnya hadir beragam godaan dan ujian, kita akan tetap menyambut Ramadhan dengan qalbu terbuka. Sebab kita sadar bahwa dibalik segala bentuk lapar dan dahaga, keletihan dan kepayahan, godaan dan ujian tersebut tersembunyi semesta anugerah agung yang membuahkan kebahagiaan abadi.
Apalagi dalam perspektif orang-orang arif yang telah tercerahkan, sebenarnya kita berpuasa hanya demi meraih cinta Ilahi, Al-Kamil wal Jamil, Dzat Yang Maha Sempurna dan Maha Indah yang kesempurnaan dan keindahan-Nya melampaui segala damba-damba seluruh makhluk-Nya. Itulah gamelan surgawi yang selalu bergema saat akan memasuki Ramadhan hingga akhir bulan istimewa tersebut. Karenanya untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan kali ini, mari kita ikrarkan melalui lisan dan qalbu kita secara tulus ikhlas: Marhaban ya Ramadhan, Selamat Datang wahai Ramadhan. Wallahu a’lam Bish showab.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar