Sabtu, 22 Juni 2013

Makna Hidup // KEARIFAN PENSIL COELHO



KEARIFAN PENSIL COELHO
Oleh: Dr. Zaprulkhan M.S.I Inspiring Learner

Alkisah, seorang bocah menyaksikan neneknya sedang menulis sepucuk surat. Seketika si bocah bertanya, “Nenek menulis tentang apa yang telah kita kerjakan? Apakah itu cerita tentang aku?” Sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya: “Nenek memang menulis tentang engkau, tapi yang lebih penting daripada cerita ini adalah pensil yang Nenek gunakan. Nenek harap, ketika dewasa nanti engkau akan seperti pensil ini” Si bocah memandang pensil itu. Tak ada yang istimewa. “Tapi, nek, ini tak beda dengan pensil-pensil lain yang pernah kulihat”
“Itu tergantung bagaimana engkau memandang sesuatu”, sahut sang Nenek. Pensil ini, punya lima keistimewaan yang jika engkau kelola dengan baik, akan menjadikanmu seorang yang senantiasa berdamai dengan dunia. Pertama, engkau berbakat menghasilkan sesuatu yang hebat, tapi jangan pernah lupa bahwa ada tangan yang membimbing langkahmu. Kita sebut itu tangan Tuhan, dan Dia senantiasa membimbing kita sesuai dengan kehendakNya. Ya, setiap kita merupakan masterpiece Tuhan yang telah dititipi kekuatan khas untuk menghasilkan karya kehidupan sesuai dengan kekuatan khas kita masing-masing. Namun ketika kita telah mampu menghasilkan mahakarya sebanyak apapun, kita harus tetap rendah hati untuk melabuhkan semua kehebatan kreativitas karya kita kepada Tuhan sebagai sumber kreativitas kita.
Kedua, sekarang dan nanti, Nenek harus berhenti menulis dan menggunakan sebuah rautan. Itu akan membuat pensil ini sedikit menderita, tapi setelah itu ia akan lebih tajam. Engkau juga begitu, harus belajar menahan rasa sakit dan derita, sebab semua itu akan membuat engkau menjadi pribadi yang lebih baik. Wisdom comes from suffering, bahwa kebijaksanaan hidup seringkali menyapa kita melalui penderitaan. Secara metaforik, penderitaan itu laksana badai pawana yang menghancurkan bunga-bunga yang kering dan layu untuk menumbuhkan tunas-tunas baru yang indah menawan dan mempesona. Atau bagaikan ratapan musim gugur yang menakutkan, menggelisahkan, dan mencemaskan, namun di baliknya tersembunyi senyuman musim semi yang amat melegakan, menyenangkan, sekaligus menggairahkan.
Ketiga, pensil ini selalu mengingatkan kita agar menggunakan penyetip untuk menghapus kesalahan. Artinya, mengoreksi segala yang telah kita lakukan bukanlah hal buruk, dan akan membantu menjaga kita tetap pada jalan menuju keadilan. Karena tak seorang pun di antara kita yang steril dari kesalahan dan dosa, maka kita mesti bersedia meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita kepada orang lain dan senantiasa memohon ampun kepada Tuhan. Selain itu, kita juga harus bersedia mengoreksi kelemahan karya kita untuk perbaikan terus menerus secara maksimal.
Keempat, apa yang sesungguhnya berarti dari sebatang pensil bukanlah kayu bagian luarnya, melainkan grafit yang berada di bagian dalam. Maka selalu perhatikan apa yang terjadi di dalam dirimu. Wadak fisikal tubuh kita memang penting, tapi jangan lupa bahwa akal, mental, dan jiwa (spiritual) yang bertahta dalam diri kita jauh lebih penting. Maka sudah selayaknya kita merawat kapasitas akal, mental, dan spiritual kita dengan ilmu pengetahuan, kearifan hidup, dan pengabdian kepada Sang Pencipta.
Terakhir, pensil selalu meninggalkan jejak. Dengan cara yang sama, engkau mesti tahu bahwa apa pun yang engkau lakukan dalam hidup akan meninggalkan jejak, maka sadarilah setiap tindakanmu. Karena apapun yang kita lakukan selalu meninggalkan jejak dan satu saat putaran sang waktu akan menutup layar kehidupan kita, maka kita harus sering-sering menggulirkan sebuah pertanyaan reflektif kepada diri kita masing-masing: Apakah saya tengah merenda lukisan kehidupan yang penuh makna bagi saya sekeluarga dan umat manusia, atau apakah saya sedang melukis wajah kehidupan yang sia-sia bagi saya sekeluarga dan umat manusia?
Kisah manis ini dituturkan oleh Paulo Coelho, seorang penulis novel-novel best seller tentang petualangan manusia dalam menemukan jati diri, makna hidup, dan pencerahan spiritual yang saya perkaya sekaligus pertajam pesan moralnya. Melalui kisah tersebut, Coelho mengajarkan kita bahwa sebatang pensil dapat menjadi perumpamaan dalam mengukir karakter mulia. Ternyata kita sebagai insan yang bernalar ini, bisa belajar kearifan hidup dari sebatang pensil yang bisu bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar