Jumat, 02 Agustus 2013

Religion // KESABARAN YANG MENCERAHKAN



KESABARAN YANG MENCERAHKAN
Dr. Zaprulkhan M.S.I. Inspiring Learner

Ketika ujian datang memporak-porandakan wajah kehidupan Anda yang indah dan damai menjadi berantakan, bagaimanakah sikap Anda? Ketika sayap-sayap mimpi Anda dipatahkan oleh tangan-tangan Sang Takdir sebelum mencapai tujuannya, bagaimanakah sikap Anda? Dan tatkala proyek-proyek yang telah Anda rencanakan dengan baik tiba-tiba hancur berantakkan di tengah jalan, bagaimanakah Anda menghadapi semua itu?
Secara psikologis, ketika sejumlah tantangan dan ujian gagal kita lalui, biasanya kita menjadi pesimistik terhadap kehidupan. Tatkala kita mengalami sejumlah kegagalan dalam mengarungi problematika kehidupan, lazimnya kita menganggap segala upaya kita sia-sia dan kita mulai mengembangkan perasaan pesimistik yang menghancurkan. Inilah yang oleh pioner psikologi positif, Martin Seligman dinamakan ‘ketidakberdayaan yang dipelajari’, learned helplessness.
Tapi apakah setiap tantangan dan ujian yang gagal kita lewati akan membuat kita pesimis dan putus asa? Tentu saja tidak. Salah satu tantangan terbesar dalam kehidupan siapa pun adalah memahami bagaimana caranya menafsirkan kekalahan, kegagalan, dan keterpurukkan. Sebab, bagaimana kita menangani ujian, tantangan, bahkan kegagalan itulah yang akan membentuk masa depan kita.
Simak advis praktis Anthony Robbins dalam Awaken the Giant Within:  It’s not the events of our lives that shape us, but our beliefs as to what those events mean; ‘Bukanlah kejadian-kejadian dalam kehidupan kita yang membentuk kita, melainkan keyakinan kita sendiri tentang apa makna kejadian-kejadian tersebut’. Di sini, poin terpentingnya adalah mindset dan keyakinan yang bersemayam dalam diri kita masing-masinglah yang paling berperan dalam mengarungi tantangan hidup apakah kita akan menjadi orang pesimis atau optimis, putus asa atau penuh harap, sebagai pecundang atau pemenang.
Dari perspektif religius, agama kita selalu mengajarkan kita untuk mengembangkan keyakinan optimistik dan penuh harap sekalipun ketika berada di tengah-tengah prahara kehidupan. Nabi kita menyampaikan prinsip ini dengan sangat indah: ‘Sangat menakjubkan keadaan orang-orang beriman,  sebab segala urusan bagi mereka sangat baik dan tidak mungkin semuanya menjadi sangat baik bagi orang lain kecuali bagi orang-orang yang beriman; Sebab ketika ia mendapat anugerah dari Tuhan ia bersyukur, maka syukur itu sangat baik baginya, dan bila ia mengalami kesulitan ia bersabar, maka kesabaran itu juga sangat baik baginya’. (HR. Muslim)
Bercermin pada pesan Nabi tersebut, sikap ideal yang dituntut dari seorang mukmin ketika tengah berada dalam ujian, kesulitan, bahkan kegagalan adalah kesabaran. Namun jangan salah paham, kesabaran dalam konteks ini adalah kesabaran aktif, bukan pasif. Itu artinya, bersama kesabaran kita tetap senantiasa mengharapkan yang terbaik dari Tuhan, sebab kita adalah orang-orang yang percaya (mukmin) kepada-Nya. Kita harus selalu mendambakan solusi terbaik dari Tuhan, sebab setiap kita adalah orang-orang yang percaya (mukmin) kepada Tuhan. Sehingga sewaktu berada di tengah-tengah kenestapaan hidup, kita mesti selalu bersandar, berharap, dan memohon hal-hal yang terbaik dari Tuhan.
Dalam konteks ini pula, kita harus mengingat kembali pesan Allah dalam Kitab suci-Nya, “Jika Tuhan menghendaki engkau mendapatkan kebajikan, maka tidak ada yang mampu menolak anugerah-Nya” (QS. Yunus: 107).
Jika Anda selalu mengharapkan kekayaan hidup dan Tuhan hendak memberikan kekayaan itu kepada Anda, walaupun kini Anda hidup dalam kemiskinan, siapakah yang mampu menghalangi anugerah-Nya kepada Anda? Jika Anda senantiasa mendambakan kesuksesan hidup dan Tuhan benar-benar hendak menghadirkan kesuksesan hidup itu ke hadapan Anda, meskipun kini Anda tengah mengalami kegagalan, siapakah yang dapat menolak karunia besar-Nya kepada Anda? Dan bila Anda selalu memohon solusi, jalan keluar, dan anugerah terbaik dari Tuhan di tengah-tengah kesulitan yang sedang menyelimuti wajah kehidupan Anda dan Tuhan benar-benar mendatangkan semua kebajikan itu kepada Anda, maka siapakah yang sanggup menahan semua karunia terindah-Nya kepada Anda? Sungguh tak seorang pun di kolong langit ini yang dapat menghalangi semua anugerah yang telah Tuhan rencanakan dalam kehidupan Anda.
Lihatlah pada kesabaran dan keyakinan Nabi Musa as, yang selalu memohon untuk kehancuran Fir’aun dan 40 tahun kemudian baru dikabulkan doanya oleh Allah. Namun di tengah-tengah bentangan waktu 40 tahun itu, Nabi Musa as tidak pernah berhenti berharap yang terbaik dari Tuhan, sehingga Tuhan benar-benar menghancurkan kekuasaan Fira’un dengan menenggelamkan mereka bersama bala tentaranya di tengah-tengah lautan (Lihat QS. Yunus: 88).
Belajarlah pada kesabaran dan sikap optimistik Nabi Zakariyya as yang walaupun sudah tua renta dan istrinya dalam keadaan mandul, tapi beliau tidak pernah putus asa dan selalu berharap sekaligus memohon anugerah keturunan terbaik dari Tuhan, sehingga Tuhan mengaruniai beliau seorang anak yang terbaik, seorang anak yang menjadi Rasul pula: Yahya as (Lihat QS. Maryam: 2-8). Saudaraku, itulah salah satu bagian dari makna firman Tuhan: “Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang mendapatkan anugerah tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10).
Dan ketika Tuhan menayangkan kisah-kisah agung para kekasih-Nya kepada kita, itu artinya kita harus menjadikan kehidupan mereka sebagai teladan indah bagi kehidupan kita. Kita dituntut agar tetap melabuhkan semesta harapan kepada Tuhan kendati berada di tengah-tengah ujian; mendambakan kemudahan meskipun sedang terjebak di tengah-tengah kesulitan; serta mengharapkan kebaikan dan solusi terbaik walaupun semua pintu di hadapan kita terkunci.
Karenanya, orang-orang bijak membisikkan sebuah sikap kesabaran yang mencerahkan kepada kita semua: When one door closes, if we will keep the right attitude, keep believing, keep expecting, and keep pursuing, God will open another door, “Saat sebuah pintu tertutup, jika kita mau selalu menjaga sikap yang tepat, tetap yakin, berharap, dan berupaya, niscaya Tuhan akan membuka pintu lain bagi kita”.
Percayalah: God’s dream for our life is so much bigger and greater than we can imagine. ‘Impian Tuhan bagi kebahagiaan hidup kita semua jauh lebih besar dan mulia dibandingkan yang dapat kita bayangkan’, semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar